Salman
al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia,
sebagai seorang Persia ia menganut agama Majusi,
tapi ia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Kemudian ia mengalami pergolakan
batin untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya. Pencarian agamanya
membawa hingga ke jazirah Arab dan akhirnya memeluk agama Islam.
Ia
menjadi pahlawan dengan ide membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam pertempuran khandaq.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga ia wafat.
Dari
Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut
oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka
muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalaman
ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.
Dan
memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam ialah, setiap ia
memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban luar
biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan serta
digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu,
dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam, ahli-ahli fiqih Islam,
ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara Islam.
Ternyata
bahwa pentolan-pentolan itu berasal dari setiap penjuru dan muncul dari setiap
bangsa, hingga masa-masa pertama perkembangan Islam penuh dengan tokoh-tokoh
luar biasa dalam segala lapangan, baik cita maupun karsa, yang berlainan tanah
air dan suku bangsanya, tetapi satu Agama. Dan perkembangan yang penuh berkah
dari Agama ini telah lebih dulu dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, bahkan beliau telah menerima janji yang benar dari Tuhannya Yang Maha
Besar lagi Maha Mengetahui. Pada suatu hari diangkatlah baginya jarak pemisah
dari tempat dan waktu, hingga disaksikannyalah dengan mata kepala panji-panji
Islam berkibar di kota-kota di muka bumi, serta di istana dan mahligai-mahligai
para penduduknya.
Salman
radhiyallahu 'anhu sendiri turut menyaksikan hal tersebut, karena ia memang
terlibat dan mempunyai hubungan erat dengan kejadian itu. Peristiwa itu terjadi
waktu perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka
Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan
kuffar agar bersekutu menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
Kaum Muslimin, serta mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang
penentuan yang akan menumbangkan serta mencabut urat akar Agama baru ini.
Siasat
dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy dan
Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah
(Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam -- yaitu dari belakang barisan Kaum
Muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan
hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.
Demikianlah
pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang
besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak dan persenjataan
lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan
akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh
al-Quran sebagai berikut:
Ketika
mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan
matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah naik sampai kerongkongan,
dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33
al-Ahzab:l0)
24.000
orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri
kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan menentukan
yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para
shahabatnya.
Pasukan
tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari
berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang
membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan menentukan
dari fihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan
golongan.
Kaum
Muslimin menginsafi keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan
tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi
apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?
Ketika
itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang
disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia
melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga
didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah
bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas
dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk
memasuki benteng pertahanan.
Di
negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu telah mempunyai pengalaman luas
tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya.
Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab
dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau
parit perlindungan sepanjang daerah terbuka keliling kota.
Dan
hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam
peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atas usul Salman
radhiyallahu 'anhu tersebut.
Demi
Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul
melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya
kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos
kota.
Dan
akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan
kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan
kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan
kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit ...
Sewaktu
menggali parit, Salman radhiyallahu 'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama
Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat
penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama kawan-kawannya, tembilang mereka
terbentur pada sebuah batu besar.
Salman
radhiyallahu 'anhu seorang yang berperawakan kuat dan bertenaga besar. Sekali
ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi
pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang
bantuan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.
Salman
radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dan minta idzin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari
batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk melihat sendiri keadaan
tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan
menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti....
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua
tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat
tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah dan dari
celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi.
"Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata
Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengucapkan takbir, sabdanya:
Allah
Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci
istana negeri Persi, dan dari
lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah
begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.
Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tembilang itu kembali dan
memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula tadi.
Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi,
sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:
Allah
Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata
olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya.
Kemudian
dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah pecah
berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang
temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengucapkan la ilaha
illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau sekarang melihat
istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di
daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera
Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak
berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya .... Dan benarlah Allah dan
Rasul-Nya.